Menilai Pemuka Agama Melalui Teori Evolusi
Pemuka agama itu bermacam-macam. Ada yang mengajarkan kebaikan, namun tak sedikit yang tidak. Bagaimana kita bisa menilai mereka? Saya menggunakan teori evolusi sebagai alat untuk memprediksi kualitas pemuka agama.
Saya pribadi mengklasifikasikan pemuka agama menjadi tiga tipe:
- Pemuka agama yang menolak teori evolusi.
- Pemuka agama yang menghindari membahas teori evolusi.
- Pemuka agama yang mampu menerima teori evolusi.
Yang paling ideal di sini tentunya adalah tipe ketiga. Metode penilaian yang saya lakukan ini adalah heuristika yang hampir selalu konsisten. Pemuka agama tipe 3 hampir dapat dipastikan memiliki pengetahuan luas, baik dalam bidang agama maupun sains. Mereka pun secara konsisten mengajarkan kebaikan, tidak menyebarkan kebencian, serta jarang menggunakan emosi untuk mempengaruhi orang lain.
Di sisi lain, pemuka agama tipe 1 hampir dapat dipastikan menggunakan emosi untuk mempengaruhi umatnya. Bukan hanya dalam menolak teori evolusi, tetapi juga hal-hal lain.
Mengapa Diperlukan Penilaian Seperti Ini?
Manusia memiliki emosi, dan memiliki daya tahan berbeda-beda terhadap pengaruh emosi. Seseorang bisa terjerumus ke dalam konsep keliru yang sifatnya emosional jika memiliki kecerdasan emosi yang kurang. Semakin rendah kecerdasan emosi, maka semakin sulit untuk mengenali muatan emosi yang melekat pada suatu konsep, dan semakin mudah terpengaruh oleh emosi.
Juga terdapat yang dinamakan sikap implisit. Seseorang bisa saja merasa tidak mendapat pengaruh buruk dari konten emosional, namun perilakunya menunjukkan sebaliknya, dan jelas terlihat dari sudut pandang pihak ketiga.
Kita belum tentu mampu mengarungi rintangan emosi yang melekat pada konsep yang ditawarkan oleh pemuka agama. Namun dengan heuristika sederhana ini, kita dapat menghindari jebakan emosi yang berpotensi berpengaruh negatif terhadap diri kita.
Penolakan Terhadap Teori Evolusi
Pengalaman saya pada akhir 80-an dan awal 90-an, tak banyak umat Islam yang tidak mampu menerima kenyataan teori evolusi. Sampai suatu saat muncul oknum yang menamakan dirinya "Harun Yahya". Oknum ini dapat dikatakan adalah sumber dari semua penolakan terhadap teori evolusi di kalangan umat Islam pada saat ini, di seluruh dunia.
Oknum tersebut berhasil mengelabui umat Islam seakan-akan dirinya adalah seorang ilmuwan dan ahli agama. Bukunya laris dan bahkan sering kali dijadikan referensi dalam makalan ilmiah.
Pada akhirnya, sekarang kita tahu bahwa oknum tersebut memiliki nama asli Adnan Oktar. Dia kini mendekam di penjara karena kasus penipuan, perdagangan manusia, dan kejahatan seksual. Sangat jauh dari kesan yang ditampilkan di buku-bukunya.
Walaupun begitu, damage yang ditimbulkan masih terasa sampai sekarang. Saat ini masih sangat banyak pemuka agama yang masih tidak mampu menerima kenyataan teori evolusi. Dan akan sulit bagi kita untuk dapat kembali ke situasi di awal tahun 90-an.
Dengan memilih pemuka agama tipe 3, sudah pasti kita akan terhindar dari yang mengklaim dirinya sebagai "ahli agama" seperti Adnan Oktar tersebut.
Emosi adalah Komoditas
Penolakan terhadap teori evolusi terjadi biasanya bukan karena mereka tidak mampu menggunakan akalnya, tetapi karena hal tersebut bermuatan emosi, dan mudah dibuat menjadi bermuatan emosi. Ini sebenarnya adalah fenomena yang sama dengan rage-baiting yang sering terjadi di media sosial.
"Pemuka agama" (dalam tanda kutip) menyukainya karena konsep yang emosional lebih efektif untuk untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak. Disadari atau tidak, tekanan pasar mendorong mereka untuk menggunakan konsep yang emosional, termasuk di antaranya penolakan terhadap teori evolusi.
Bagi kelompok yang sudah terlanjur tersulut emosinya, akan sulit untuk dapat pulih dan menerima kenyataan, baik itu soal teori evolusi, maupun hal lain. Kebutuhan emosional mereka dapat dipenuhi oleh sang "pemuka agama". Sedangkan kita yang mencoba meluruskan hal yang keliru akan dianggap sebagai pihak yang mencoba mencabut fasilitas yang mereka gunakan untuk memenuhi hasrat emosional tersebut, dan mereka akan melakukan resistensi.
Untuk urusan teori evolusi, biasanya saya hanya bisa memberikan makalah "Membumikan Al-Quran" dari Quraish Shihab.