Lewati ke konten utama

The Act of Killing

· Satu menit membaca

Selama lebih dari satu dekade, antara tahun 1984 sampai 1998, menonton film "Pengkhianatan G30S/PKI" dapat dikatakan adalah kewajiban bagi warga negara Indonesia. Pemerintah Orde Baru menggunakan film ini sebagai alat propaganda untuk melakukan glorifikasi terhadap penguasa saat itu, dan untuk menutupi kekejaman yang dilakukan oleh militer dan kelompok paramiliter pro-militer terhadap rakyat Indonesia yang terjadi pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Walaupun sekarang kita tahu bahwa film tersebut adalah propaganda, proses brainwashing bertahun-tahun ternyata masih mempengaruhi perilaku kita sampai sekarang, baik disadari atau tidak. Sebagai penawarnya, saya merekomendasikan film dokumenter "The Act of Killing".

Perbedaan utama antara "Pengkhianatan G30S/PKI" dan "The Act of Killing" adalah bahwa film dokumenter ini menampilkan para pelaku kekejaman yang sebenarnya, bukan para aktor yang berperan sebagai pelaku, jadi lebih menggambarkan realitas yang memang terjadi pada masa itu. Film ini menampilkan wawancara dengan para pelaku kekejaman, yang dengan bangga menceritakan tindakan mereka dan bahkan membuat ulang adegan-adegan kekejaman tersebut.

"The Act of Killing" mendapatkan banyak penghargaan internasional, termasuk nominasi Academy Award untuk kategori Best Documentary Feature pada tahun 2014.

Jika dulu kita dipaksa untuk menonton "Pengkhianatan G30S/PKI" setiap tanggal 30 September, mungkin tanggal tersebut sekarang adalah momen yang tepat untuk menonton "The Act of Killing". Sehingga bukan hanya kekejaman komunis yang kita ingat, tetapi juga kekejaman yang dilakukan pemerintah Orde Baru terhadap rakyat Indonesia saat itu.

Film ini dapat ditonton gratis di YouTube. Yang perlu diperhatikan adalah film ini mengandung adegan kekerasan yang cukup eksplisit, jadi tidak disarankan untuk ditonton oleh anak-anak di bawah umur. Sebenarnya, film "Pengkhianatan G30S/PKI" pun demikian, tetapi tidak perlu ikut-ikutan rezim Orde Baru yang memaksa anak-anak untuk menontonnya. Jika kita ikut-ikutan, apa bedanya kita dengan mereka?